Setiap orang memiliki modal gagasan berlimpah untuk mengarang atau menuangkannya menjadi tulisan. Baik itu menulis artikel/kolom; tulisan ringan sampai yang berat, menulis makalah, paper, cerita pendek, bahkan sampai novel dan buku. Namun anehnya, sebelum sampai kepada soal cara dan langkah-langkah mengarang atau teknik menulis, orang justru sering menghadapi kendala besar dalam hal yang berkaitan dengan modal utama yang sudah dimilikinya.
Ya, salah satu kendala besar yang kerap menghambat orang untuk menulis, bahkan membuat orang tidak pernah mau mencoba menulis adalah pertanyaan "Saya mau menulis apa?" Atau ringkasnya, orang sering merasa seakan-akan "tidak punya ide" untuk ditulis.Ironis, di abad teknologi informasi yang memungkinkan tersedianya referensi digital nyaris tanpa batas (selain kuota internet, mungkin), belenggu itu tetap besar. Problemnya tidak seperti, misalnya, menulis skripsi dua puluh tahun yang lalu. Ketika menemukan ide tema atau judul, seorang mahasiswa akan menghadapi masalah, 'apakah bahannya cukup? di mana saya harus dapatkan bahan itu? apakah mungkin bahan itu saya dapatkan?'
Sekarang situasinya nyaris berbalik. 'Mana bahan yang relevan dengan ide skripsi saya? Mana yang harus saja yang harus saya kesampingkan, biar tidak terlalu melebar?' Tapi, entah kenapa, dalam keadaan terjepit seperti menyusun skripsi, atau dalam keadaan leluasa tapi ingin cara mudah, orang mudah tergoda untuk melakukan hal tak terpuji, yakni plagiarisme atau penjiplakan.
Setiap detik yang dialami setiap orang dari bangun pagi sampai waktu bersiap-iap untuk tidur di malam hari sesungguhnya adalah sumber ide. Bukan hanya sekadar ide, tapi ide yang orisinal, otentik dan eksklusif. Eksklusif artinya tidak akan sama dengan ide orang lain. Ini berlaku untuk kebutuhan jenis penulisan apa saja, fiksi maupun non-fiksi.
Saat mendengarkan ceramah, khutbah, paparan seminar, membaca buku, artikel, berita, atau bahkan sekadar melihat atau menguping pembicaraan dua anak kecil... semua itu bahkan selalu menyediakan ruang untuk munculnya ide yang orisinal dalam benak kita.
Mengapa demikian? Sebab, apa yang kita lihat, kita dengar, atau kita baca sesungguhnya mengalami proses penyerapan dan kemudian perpaduan dengan "referensi" yang sudah terhimpun dalam memori kita. Sedangkan memori itu sendiri mengandung unsur sudut pandang atau persepsi subyektif. Maka yang dibutuhkan sebetulnya adalah 'sedikit' kesabaran untuk mengembangkan ide penulisan.
Berikut ini contoh sederhana bagaimana sebuah ide yang "umum" membutuhkan hanya sedikit saja kesabaran untuk mengembangkannya. Dalam pelatihan menulis untuk anak-anak SD, SMP sampai SMA yang disponsori Kementerian Pendidikan di tahun 2011, ditetapkan tema umum untuk ditulis anak-anak dalam koran yang akan mereka buat. Temanya seputar problem sosial remaja.
Saya ajak para peserta membuat pertanyaan-pertanyaan. Tapi, sebelum itu saya ajukan pertanyaan kepada mereka, "Kalau kalian mendengar kata 'problem sosial', apa sih yang segera muncul dalam pikiran kalian?" Satu persatu anak menjawab:
- perkelahian pelajar
- minuman keras
- narkoba
- kecanduan main game komputer
- pergaulan bebas....
Tak butuh waktu lama, anak-anak menghasilkan pertanyaan-pertanyaan orisinal mereka, hanya dengan pertanyaan pemicu, misalnya, "kalau kamu akan bercerita tentang perkelahian pelajar" apa saja yang ingin kamu ceritakan. Jawaban-jawaban anak kembali saya tampilkan di layar proyeksi, tapi dalam bentuk pertanyaan:
- Seperti apa perkelahian pelajar?
- Apa penyebab perkelahian pelajar?
- Apa akibat perkelahian pelajar?
- Bagaimana cara mencegah perkelahian pelajar?
- Apa saja kegiatan positif yang bisa menghindarkan pelajar dari perkelahian?
Koran-News dalam Program Peningkatan Budaya Melalui Koran Anak Yayasan Insan Nahlah Semesta, Bogor, Tahun 2011
Hasilnya adalah tulisan-tulisan orisinil berdasarkan memori nonton televisi, membaca koran atau majalah, dan imajinasi. Sebagian tulisan panjangnya cukup untuk mengisi satu kolom di suratkabar nasional. Soal kualitas hanyalah soal jam terbang, karena ternyata kreatif itu bukan bakat.Mungkin ada yang protes, 'Ah, kalau cuma dengan tema seperti itu, sih, iya, bisa. Beda, dong, sama menulis skripsi.' Nah, kalau belenggunya masih sebesar itu, mungkin memang tidak ada cara lain selain menjiplak. Tapi intinya, cara pertama dan yang utama dalam mengarang atau menulis apapun, entah itu artikel pendek maupun buku tebal, adalah menyadari ide yang sudah dimilikinya.
(Bersambung)
Halo mas Yanto, konten yang ada di blog mas sebenarnya udah berkualitas, namun tidak dengan design blognya. Disini saya menawarkan jasa saya untuk menjadi web designer blog mas dengan harga yang dapat dinegosiasikan. Blog yang sudah saya buat yaitu viyovi[dot]com dan howitwork[dot]net
ReplyDelete