Facebook

LightBlog

Breaking

LightBlog

Friday, May 19, 2017

Jangan Percaya Resep Menjadi Penulis yang Baik

Jika saya  coba kumpulkan resep teknik menulis yang baik, mungkin saya bisa menemukan puluhan, mungkin ratusan langkah yang hebat-hebat. Tapi, ternyata pengarang besar menempuh cara yang berbeda dari semua itu. Jadi, jangan percaya dengan resep jitu, ampuh, efektif  untuk menjadi penulis yang baik. Jika sudah punya niat mengarang, lakukanlah segera sebelum pikiran tergoda untuk belajar mengarang.

Menurut William Somerset Maugham, pengarang Inggris yang popular di dekade 1930-an, sesungguhnya ada tiga aturan dalam menulis novel. Masalanya, kata  novelis, pengarang naskah darama dan penulis cerita pendek itu, tak seorang pun tahu apa tiga aturan itu.

Lha, terus apa gunanya blog ini? Nah, di situlah inti masalahnya. Karena blog ini memang untuk urusan tulis-menulis, maka wajarlah kalau saya menyajikan bermacam-macam tulisan tentang bagaimana cara mengarang. Biar ada yang berkunjung.

Tapi, semakin pembaca percaya dan berusaha mengikuti dengan benar resep-resep yang saya sajikan, maka secara teoretis, pembaca mestinya semakin tidak butuh resep-resep itu. Juga resep-resep yang dibuat orang lain, tentunya. Pembaca akan semakin tahu keunggulan diri sebagai pengarang. Mau bukti? Coba baca ini.

Dalam berbagai kesempatan menjadi fasilitator pelatihan penulisan, dalam hati saya sebetulnya ingin mengatakan kepada para peserta, bahwa sebetulnya Anda-anda para peserta tidak sedang belajar kepada saya. Sebagai fasilitator, saya sesungguhnya hanyalah pelayan yang membantu para tuan-tuan pengarang. Membantu apa? Membantu menyadarkan bahwa mereka semua adalah pengarang yang sudah siap berkarya. Buktinya, begitu sesi praktik dimulai, mereka mengarang dengan lancar, dan sangat mungkin sebagian besar saat mengarang lupa apa yang sudah saya sampaikan.

Masalahnya, umumnya suasana psikologis peserta pelatihan penulisan secara naluriah adalah suasana “second-class” yang mengharap pembicara di depannya memberitahu, mengajari dan membimbing. Ya saya pun perlu memberitahu, mengajari dan membimbing. Padahal, sebagai penulis saya pun tak pernah berhenti diberitahu, diajari, dan dibimbing. Oleh siapa? Oleh pengalaman, kesalahan, baca-baca, diskusi, dan bahkan oleh pelatihan yang saya fasilitasi.

Begitulah hakikatnya. Tapi dengan terpeliharanya suasana psikologis itu, pelatihan penulisan menjadi sesuatu yang selalu dibutuhkan, dan saya taermasuk yang punya peluang menjadi pembicara di depan peserta pelatihan penulisan. Ssssst.... soal yang ini jangan kasih tahu siapa-siapa, apalagi diviralkan. Kelarlah saya.

Tapi, buat Anda yang sudah baca tulisan ini, tak apa kalau ingin ngajak ngopi dan pura-pura diskusi tentang penulisan. Siapa tahu bisa sama-sama mengikuti jejak Somerset, menghasilkan novel hebat tanpa tahu apa tiga aturan dalam menulis novel. Mau?

6 comments:

  1. Mantap, menarik sekali artikel nya pak. Terlebih di ulas dari sisi pengalaman seorang pembicara yang sangat menginspirasi. Hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih, Mas Nino, atas apresiasi dan, terutama, kunjungannya. Terus terang, Mas Nino, saya sering menjumpai penulis-penulis alami yang sesungguhnya sangat unique dan lancar. Kemahirannya bahkan jauh lebih bagus dari saya. Hanya, entah kenapa, sering itu terhalang oleh rasa takut salah atau takut jelek, dan yang sejenis itu. Saya menduga karena sekolah terlalu banyak membuat orang bergantung pada angka nilai ketimbang rasa percaya diri. Sekali lagi, terimakasih, ya.

      Delete
  2. Luar biasa Pak, terima kasih atas pendapat yang unik ini. Semoga semakin banyak penulis, yang semakin berani berkarya sembari menikmati proses pembelajaran dari pengalaman menulis itu sendiri. Salam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih, Pak Achmad Aditya Avery, atas kunjungannya, komentarnya dan... wow... apresiasinya. Semoga kita bisa terus saling menumbuhkan semangat berkarya. Salam.

      Delete
  3. Memang banyak yang tidak tahu bahwa karya masterpiece seorang maestro didahului dengan ratusan bahkan ribuan karya yang dianggap jelek atau tak bermutu. Ayo berkaya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantap! Bahkan, banyak karya yang pernah dianggap jelek, ternyata ditemukan oleh orang yang jeli, dan kemudian hari mengguncang dunia. Siap! Tiada berhenti berkarya.

      Delete

Adbox